Raning Media3

Media buruh untuk rakyat

Kamis, Februari 07, 2019

RUU Permusikan Mengandung Pasal Karet

Karikatur Dodi Budiana/Jabarnews
Didalam petisi yang dibuatnya, Danilla Riyadi juga menegaskan bahwa RUU Permusikan juga mengandung pasal karet. berikut ini penjelasannya :
1. Pasal karet.
Salah satu yang kami soroti adalah isi Pasal 5 yang memuat banyak kalimat multi interpretasi dan bias, seperti: menista, melecehkan, menodai, dan memprovokasi. Pasal karet seperti ini sangat berbahaya dan menjadi pintu masuk bagi sekelompok orang (penguasa, atau siapapun) untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai. Nampak bahwa penyusun RUU Permusikan berusaha untuk menabrakkan logika dasar dan etika konstitusi NKRI sebagai negara demokrasi.
2. Memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar.
Terdapat Pasal yang mewajibkan sertifikasi bagi para pekerja dunia musik Tanah Air (sertifikasi sangat rentan terhadap marjinalisasi; sebagai contoh, musisi yang tidak tersertifikasi akan mengalami beragam kendala ketika memulai karier di kancah musik Tanah Air). Selain itu, kredibilitas tim yang melakukan sertifikasi juga rentan menghadapi beragam polemik. Kondisi sejenis juga terdapat pada Pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik melalui ketentuan yang hanya bisa dijalankan oleh industri besar. Pasal ini menegasikan praktek distribusi karya musik yang selama ini dilakukan oleh banyak musisi kecil dan mandiri. Keberpihakan pasal-pasal tersebut lebih mengarah kepada industri musik besar dan memarjinalisasi para pelaku musik skala kecil dan independen.
3. Memaksakan kehendak dan mendiskriminasi.
Kembali kepada bagian uji kompetensi dan sertifikasi dalam RUU Permusikan: kewajiban semua musisi (dan pelaku dunia musik) untuk mengikuti ujian kompetensi sebagai syarat sertifikasi, adalah sebuah pemaksaaan kehendak dan metode diskriminasi yang sangat berbahaya. Mengenai sertifikasi pekerja musik, hal ini memang berlangsung dan terdapat di banyak Negara. Namun, tidak ada satupun negara di dunia ini yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi. Semestinya, sertifikasi itu sifatnya adalah “pilihan” atau “opsional”, dan bukan “pemaksaan”.
4. Selanjutnya, mengenai informasi umum dan mengatur hal yang tidak seharusnya diatur.
Kami menemukan banyak sekali pasal redaksional yang tidak memiliki kejelasan tentang “apa yang diatur” dan “siapa yang akan mengatur”. Misalnya, Pasal 11 dan Pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktekkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya musik. Pasal-pasal ini tidak memiliki nilai lebih sebagai sebuah pasal dalam peraturan setingkat Undang-undang. Demikian pula halnya dengan Pasal 13 (tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia). Penggunaan label berbahasa Indonesia di kancah musik Tanah Air seharusnya tidak perlu diatur. Musisi, pencipta lagu, pegiat musik,  berhak untuk memilih sendiri bahasa yang tepat untuk mengekspresikan apa yang telah mereka buat (berikut rasa tanggungjawab terhadap karya bidang musik yang telah mereka hasilkan).
Untuk mendukung petisi #TolakRUUPermusikan silahkan mengikuti tautan berikut ini :



Tinggalkan Komentar :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar