Rencana pemerintah untuk merevisi UU no. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menuai berbagai reaksi, baik itu dari kalangan masyarakat,
serikat pekerja/serikat buruh maupun dari pekerja/buruh itu sendiri. Berbagai macam
kegiatan dilakukan oleh pekerja/buruh diberbagai wilayah, mulai dari aksi hingga diskusi dilakukan diberbagai aliansi dan diberbagai tinggkatan organisasi. Mulai ditingkatan
Konfederasi, Federasi bahkan hingga sampai ditingkatan basis atau dipabrik-pabrik,
untuk kemudian dilanjutkan kepada seluruh anggota, pekerja/buruhnya.
Salah
satunya adalah pekerja/buruh PT. Jakarta Central Asia Steel (PT. JCAS) yang
tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) dan Konfederasi
Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Agenda diskusi yang diadakan selepas waktu
kerja ini bertujuan untuk mempertajam analisa kelas pekerja/buruh dalam
menyikapi berbagai masalah perburuhan, khususnya terkait rencana pengusaha dan
pemerintah untuk merevisi UU 13/2003 yang telah diisyaratkan dengan pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang mengatakan, "upaya membuka ruang merevisi UU tersebut karena beleid (kebijaksanaan) yang sekarang terbilang kaku."(detik.com) yang kemudian diperkuat lagi dengan pertemuan
antara presiden dengan APINDO & HIPPINDO pada 13 Juni 2019. Perwakilan pengusaha menyampaikan bahwa " perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini"(setkab.go.id)
Secara
garis besar, pekerja/buruh yang tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh
ini dengan tegas menolak rencana revisi UU 13/2003 versi pengusaha. Karena revisi ini dianggap akan merugikan kelas pekerja. Terlebih jika usulan-usulan APINDO berikut ini dikabulkan oleh pemerintah " pengusaha mengharapkan revisi pasal terkait upah yang seharusnya tidak ditentukan oleh pemerintah daerah karena dinilai tidak mengerti kondisi perusahaan sehingga upah dapat ditentukan berdasarkan kemampuan perusahaan, selanjutnya mengenai aturan pesangon dan pembatasan tenaga kerja outsourcing." (cnbcindonesia.com) Hal ini tentu aja akan sangat merugikan kelas buruh/kelas pekerja.
Tidak hanya dikalangan pekerja/buruh PT. JCAS, diskusi-diskusi dalam meyikapi rencana pemerintah dan pengusaha untuk merevisi UUK juga dilakukan oleh pekerja/buruh yang juga tergabung dalam Federasi Perjuangan buruh Indonesia di PT. Supra Visual Advertensi dan pekerja/buruh lainnya. Pada intinya kelompok buruh menolak revisi UUK versi pengusaha dan menghendaki adanya/diwujudkannya UU perlindungan buruh atau UU yang pro buruh, karena hingga hari ini saja masih banyak pelanggaran atas hak buruh yang terkandung di dalam UUK ini apalagi jika direvisi berdasarkan usulan pengusaha, maka dapat dipastikan tingkat kesejahteraan buruh akan semakin menurun, kesejahteraan rakyat menurun sehingga daya beli masyarakat pun dapat menurun tajam.
Kontributor : Nurdin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar